Indonesia telah diterima dan ditetapkan di dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut, UNCLOS 1982, bahwa secara legal Indonesia adalah Negara Kepulauan. Saat ini, secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki luas laut 5,8 juta km² yang terdiri dari laut teritorial 0.8 juta km², laut nusantara 2.3 juta km² dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km². Di samping itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km. Dengan luasan wilayah tersebut, perairan Laut Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan sebesar 12,50 juta ton dengan potensi produksi mencapai 6,5 juta ton per tahun. Potensi ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia mencapai 1.338 miliar US$ per tahun, yang bersumber dari berbagai bidang, yaitu: (1) Industri perikanan tangkap (20,0 miliar US$), (2) Perikanan budidaya (miliar 210 US$), (3) Perikanan pengolahan hasil perikanan (100 miliar US$), (4) Bioteknologi kelauatan (180 miliar US$), (5) Energi dan sumber saya mineral (Garam dan BMKT) (210 miliar US$), Pariwisata bahari (60 miliar US$), (7) Transportasi laut (30 miliar US$), (8) Industri dan jasa maritim (200 mliarUS$), (9) Coastal Forestry (8 miliar US$), (10) Sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (120 miliar US$) serta (11) Sumber daya non konvensional (200 miliar US$) (Dahuri, 2020).
Pada tanggal 13 Desember 1957, Perdana Menteri Ir. Djoeanda, mendeklarasikan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut di sekitar, di antara, dan di dalam Kepulauan Indonesia, yang dikenal sebagai “Deklarasi Djoeanda”, deklarasi yang menjadi landasan bagi prinsip negara kepulauan (Archipelagic State). Dalam rangka menguatkan posisi bidang kelautan, pada tahun 1964 atau setahun setelah Musyawarah Nasional (Munas) Maritim I, Presiden Soekarno menerbitkan Surat Keputusan no. 249 tahun 1963 mengenai Hari Maritim, yang ditetapkan pada tanggal 23 September.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang luar biasa. Potensi sumber daya perikanan sebesar 12,5 juta ton dengan potensi produksi mencapai 5,21 juta ton per tahun. Potensi ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia mencapai 1.338 miliar US$ per tahun, yang bersumber dari berbagai bidang, yaitu: (1) Industri perikanan tangkap (20,0 miliar US$), (2) Perikanan budidaya (miliar 210 US$), (3) Perikanan pengolahan hasil perikanan (100 miliar US$), (4) Bioteknologi kelauatan (180 miliar US$), (5) Energi dan sumber saya mineral (Garam dan BMKT) (210 miliar US$), Pariwisata bahari (60 miliar US$), (7) Transportasi laut (30 miliar US$), (8) Industri dan jasa maritim (200 mliarUS$), (9) Coastal Forestry (8 miliar US$), (10) Sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (120 miliar US$) serta (11) Sumber daya non konvensional (200 miliar US$) (Dahuri, 2020). Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan tersebut belum sepenuhnya dapat kita optimalkan, sehingga perlu dikembangakan industry hulu dan hilirnya. Dalam Bindang Kelautan ke-9 ini akan didiskusikan pengembangan industry hulu dan hilir dari produk perikanan bersama narasumber pertama Dr. Suwarman Partosuwiryo yang akan mendiskusikan topik “Penguatan Industri Hulu Kelautan dan Perikanan” dan narasumber kedua Dr. Nurfitri Ekantari dengan topik Pengembangan Produk Perikanan. Peserta dapat mendaftar webinar BK#9 melalui link: bit.ly/BK9_Perikanan. Materi dapat diakses pada link: bit.ly/BK9_Materi dan bagi yang memerlukan e-sertifikat dapat mendaftar di link : bit.ly/BK9_Sertifikat
Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, dengan histori evolusi pembentukan kepulauannya yang kompleks, unik, dan menarik, yang telah memantik para penjelajah maupun ilmuwan untuk mempelajari kompleksitas dan kekayaannya selama berabad-abad lamanya. Bentangan kesatuan kepulauan Indonesia termasuk yang terpanjang di dunia, yang saat ini terdiri dari jejeran 17.500 gugusan pulau dan dihuni oleh penduduk lebih dari 260 juta jiwa. Sejak berabad-abad silam, Nusantara kita dikenal atas keragaman budayanya, adab ketimurannya, baik itu khasanah budayanya, asal usulnya dan variasi intraspesifik penduduknya serta kekayaan alamnya. Saat ini pula, Indonesia didiami oleh 633 ragam etnis yang kemudian belakangan diketahui barasal dari keturunan Austronesia. Jumlah angka etnis tersebut yang diakui saat ini, namun berbagai referensi faktual melaporkan lebih dari 1.000 etnis termasuk mikro-etnis di pelosok kepulauan (gunung, lembah, dan hutan terpencil). Indonesia memiliki potensi pesisir sebesar Rp650 triliun, bioteknologi Rp480 T, perikanan Rp380 T, minyak bumi Rp252 T, transportasi laut Rp240 T, dan wisata bahari sebesar Rp24 T.
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan Panjang pesisirnya mencapai sekitar 80.000 km dan jumlah pulau sekitar 16.671 (BIG, 2019), yang sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil. Dengan kondisi wilayah seperti itu, maka pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan pengelolaan dan pembangunan wilayah Indonesia. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimaksiu adalah pengelolaan yang komprehensif mulai dari tata ruang, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, budaya, social dan ekonomi/investasi
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan Panjang pesisirnya mencapai sekitar 80.000 km dan jumlah pulau sekitar 16.671 (BIG, 2019), yang sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil dengan daya dukung yang sangat terbatas. Dengan kondisi wilayah seperti itu, maka pengelolaan wilayah pulau-pulau kecil merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan pengelolaan dan pembangunan wilayah Indonesia. Pengelolaan wilayah pulau-pulau kecil yang dimaksud adalah pengelolaan yang komprehensif mulai dari tata ruang, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, budaya, sosial dan ekonomi/investasi.
Kawasan Laut China Selatan meliputi wilayah laut setengah tertutup (semi-enclosed sea) yang dikelilingi oleh republic rakyat Tiongkok (rrt), Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei, Filipina, dan Taiwan. Laut China Selatan adalah kawasan perairan yang strategis, yang kaya sumber daya alam (SDA). Kawasan ini memiliki sejarah navigasi dan perniagaan yang panjang, diikuti penguasaan silih berganti atas wilayah oleh negara-negara di kawasan seperti Republik Rakyat China (RRC), Taiwan, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam. Saat ini beberapa negara, terlibat dalam upaya konfrontatif saling klaim, atas sebagian ataupun seluruh wilayah perairan tersebut. Indonesia, yang bukan negara pengklaim, menjadi terlibat setelah klaim mutlak RRC atas perairan Laut China Selatan muncul pada tahun 2012
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan Panjang pesisirnya mencapai sekitar 80.000 km dan jumlah pulau sekitar 16.671 (BIG, 2019), yang sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil. Dengan kondisi wilayah seperti itu, maka pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan pengelolaan dan pembangunan wilayah Indonesia. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimaksiu adalah pengelolaan yang komprehensif mulai dari tata ruang, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, budaya, social dan ekonomi/investasi
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar didunia, yang memiliki panjang pantai sekitar 80.000 km dan 70% dari wilayahnya merupakan laut. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya alam pantai dan laut tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dari berbagai sisi, baik sumber kebutuhan pokok, transportasi, energi maupun pengelolan lingkungan, perlu dikembangkan berbagai ragam inftrastruktur pantai dan laut yang mendukung dan lestari. Diskusi tentang infrastrutur pantai dan laut akan dilaksanakan melalui webinar dalam Bincang Kelautan#4, mulai dari aspek kebijakan, konsep dan implementasinya di Indonesia. Webinar kan diselenggarankan pada hari jumat tanggal 3 Juli 2020 bersama dengan
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki batas maritim dengan 10 negara tetangga. Sampai saat ini telah ditetapkan batas maritim dengan delapan negara tetangga dan masih banyak PR yang harus diselesaikan. Tertundanya penyelesaian batas maritim ini menimbulkan berbagai persoalan.
Aturan, konsep dan berbagai permasalahan penetapan batas maritim terkini akan dikupas tuntas oleh narasumber yang sangat kompeten pada bidang batas maritim yaitu H. E. Arif Havas Oegroseno, Duta besar Indonesia untuk Republik Federasi Jerman. Webinar akan di awali dengan sambutan Rektor UGM Prof. Ir Panut Mulyono, M.Eng., D. Eng dan akan dipandu oleh moderator yang juga sangat kompeten dalam bidang batas wilayah maritim yaitu I Made Andi Arsana, Ph.D, peneliti Pustek Kelautan dan dosen Teknik Geodesi UGM.