Dalam menyambut Hari Maritim di tahun 2020, Pusat Studi Sumberdaya dan Teknologi Kelautan mengadakan Pameran Virtual Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Bidang Kemaritiman di Universitas Gadjah Mada. Pameran ini dilakukan secara daring mengingat masih melandanya pandemi Covid-19.
Link Menuju Pameran Virtual
Tim dari UGM melaksanakan pengukuran geodinamika dengan teknologi GNSS di Kepulauan Sangihe. Tim tersebut terdiri dari alumni dan dosen sebagai tim ahli, serta mahasiswa KKN PPM UGM sebagai operator alat. Pengukuran tahun 2019 ini merupakan pengukuran tahun ke-6. Pengukuran dilaksanakan pada tiga lokasi, yaitu Mohong Sawang, Kolongan Mitung, dan Manganitu Selatan (Pulau Bebalang).
Pengukuran ini dilakukan untuk keperluan analisis survei deformasi dan geodinamika melalui pergerakan titik-titik di Kepulauan Sangihe. Survei deformasi dan geodinamika bermanfaat untuk mengawali kegiatan mitigasi bencana dengan prediksi pergerakan melalui pola pergerakan yang telah dianalisis.
Tujuh Petualang Teluk Sumbang
60 hari tanpa sinyal dan listrik yang memadai? Jauh dari rumah, tanpa keluarga, dan tinggal di pulau seberang? Siapa takut. Karena mengabdi tak pernah mengenal batas negeri. Karena mengabdi tak pernah peduli suku, ras, agama, maupun budaya yang berbeda. Karena mengabdi adalah panggilan hati yang patut dijalani.
Tujuh anak petualang disambut papan dermaga bertuliskan “Selamat Datang di Kampung Teluk Sumbang,” kampung dimana kami akan menghabiskan 60 hari untuk mengabdi di Negeri Borneo. Teluk Sumbang merupakan kampung paling ujung timur Kecamatan BidukBiduk, Berau, Kalimantan Timur. Dikelilingi oleh gunung, hutan, dan laut menjadikan kampung ini kaya akan kenikmatan alam tiada tara. Beragam kultur sosial dan budaya menambah keunikan kampung ini. Warga pun menyambut kami dengan hangat dan senantiasa menanti kunjungan-kunjungan kecil kami setiap waktu.
Buku ini hanyalah hadiah sederhana yang bisa kami berikan. Teruntuk Teluk Sumbang, kampung kecil di moncong Borneo yang telah memberikan petualangan-petualangan seru di sela pengabdian kami. Teruntuk warga kampung Teluk Sumbang yang telah menjadi keluarga baru bagi kami.
Terima kasih, Salam Pengabdian!
Sebelum kami melalui bulan Juli dan Agustus 2015, kedua bulan
tersebut tidak pernah terasa begitu bermakna. Pengalaman yang kami
dapatkan pada bulan tersebut tidak hanya menyentuh sisi terluar diri
kami namun juga merasuk hingga ke dalam. Pelajaran yang kami
dapatkan bukan sekedar pelajaran berbau akademik seperti yang kami
dapatkan di bangku perkuliahan namun juga menyangkut pelajaran
kehidupan yang membangunkan sisi kemanusiaan dalam diri.
Biduk-biduk tidak hanya merefleksikan keindahan dari
kesederhanaannya namun ia juga merefleksikan kemegahan dari
keberagamannya. Sebuah tempat dimana kami belajar menghargai
makna kehidupan tidak dalam arti yang sederhana, sebuah tempat
dimana kami diajarkan untuk menoleransi berbagai macam perbedaan
ideologis di dalamnya, juga sebuah tempat dimana kami diajarkan
untuk melihat bagaimana permasalahan dari sisi masyarakatnya.
Melalui buku ini kami berharap dapat menuliskan segala bentuk
pengamatan kami selama dua purnama. Pada akhirnya, buku ini
kami persembahkan untuk seluruh warga Biduk-Biduk yang telah
banyak membantu proses penyusunan, kepada semua mitra yang
memungkinkan kegiatan kami berlangsung, dan juga semua orang
yang membaca buku ini.
Salam Hangat,
Tim Penyusun
ABSTRACT
This research was conducted in Maratua-Kakaban Islands, East Kalimantan,
Indonesia. This location was chosen because of its stable tectonic activity and its geographical
setting as the front most island in Indonesia. This location is also known as its tourism
destination and beautiful scenery. A small island like in Indonesia is prone to climate change,
especially sea level changes. This research is needed to formulate adaptation and mitigation of
sea level change in Indonesia. This research also important to understanding the global sea
change. This research also important from national sovereignty and coastal resources
management point of view. This research aims to: (1) identify water level changes evidence by
marine terraces analysis, cave morphology and speleothem; (2) define the highest and lowest
water level in Maratua Island, and (3) reconstruct the sea water level fluctuation during
Holocene. Sea level fluctuation data were interpreted using marine terrace data, marine notch,
and cave morphology. The data were collected by field survey using profiling method to find
surface topography and measuring sea floor profile using echo sounder. Based on the field
measurement, there are major and minor marine terraces found in the ocean floor in 82 and
180 m depth (major), 155 and 205 m depth (minor). Marine terrace also found in +6 m above
present sea level. Below, marine notch was found covered with sediment.
ABSTRACT
Maratua Island is one of the islands of Berau District, East Kalimantan
which has great potential of natural beauty for tourism development. The area is a
carbonate reef built-up island or so-called karst island. This paper is an endeavor 1) to
unveil geomorphological and hydrogeological characteristics of the island, and 2) to
recommend Island development as a tourist destination. Maratua Island is a V shape
atoll with the open lagoon. The methods employed in the research were interpretation
of ALOS and LANDSAT TM image incorporated with image taken from drone, and
field survey. ALOS image and Alos-Generated DEM were used to identify and to map
the geomorphological features and landform. Field survey included cave exploration
and mapping, as well as geomorphological and hydrogeological observation. Six
geomorphological units were found on the island, i.e., fringing reef, beach, marine
terrace, karst ridge, structural valley, and lagoon. Caves are also found in the karst
ridge and the coast as an inundated passage. Three structural depressions in the karst
ridge are other unique geomorphological feature in the area of which a marine lake
environment with jellyfish is inhabited. The island is typified by two different aquifer
units, i.e., porous media and fractured media aquifer. Porous aquifer lies on the beach
of Bohe Bukut area. Fractured-aquifer characterizes the other geomorphological units
in the area. Freshwater accordingly is found in the beach area with a limited amount.
Unfortunately, the groundwater in the marine terrace and karst ridge are saline.
Maratua Island has enormous potential for tourism destination development. The
major tourist activities in the area based on the geomorphological unit are snorkeling
and diving (in fringing reef and lagoon), hiking, cave exploration and marine lake
exploration and cave diving (in karst ridge and structural valley); recreation and picnic
(beach). The major limitation in the area is a shortage of freshwater resource and
limited land area. Limited water supply should be extracted from the beach area of
Bohe Bukut village. Groundwater extraction from the beach area of Bohe Bukut must
be for drinking water only. Supply of drinking water should be substituted from
collected rainwater or desalination from sea water and water in the cave. Restrictions
in the number of visitors and lodging development should also be considered.
ABSTRAK
Wakatobi merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara yang
memiliki wilayah berbentuk kepulauan. Kabupaten Wakatobi memiliki visi
“Terwujudnya Surga Nyata Bawah Laut di Pusat Segitiga Karang Dunia”. Visi tersebut
merupakan cerimanan tekad pemerintah daerah dalam mengembangkan ekowisata
di Wakatobi. Wangi-Wangi merupakan pulau terbesar di Kabupaten Wakatobi yang
memiliki beraneka ragam potensi yang dapat dikembangkan sebagai potensi obyek
wisata. Tujuan dari penelitian ini adalah menginventarisasi keberagaman obyek
kebumian (geodiversitas) yang dimiliki oleh Pulau Wangi-Wangi melalui pendekatan
geomorfologis dan merekomendasikan potensi kegiatan ekowisata yang dapat
dikembangkan di pulau tersebut mendasarkan pada potensi geodiversitas. Penelitian
ini menngunakan metode interpretasi citra dan survei lapangan baik di daratan dan di
perairan laut. Hasil dari penelitian ini adalah peta geomorfologi sebagai informasi
geodiversitas. Potensi ekosiwisata diidentifikasi melalui survei lapangan berdasarkan
variasi bentukan geomorfologi. Berdasarkan kondisi geomorfologi, geodiversitas
Pulau Wangi-Wangi yang dapat dikembangkan sebagai obyek ekowisata adalah
karang tepi, laguna, pantai bergisik, pantai bertebing, teras marin, dan gua. Kegiatan
ekowisata yang dapat dikembangkan meliputi Swimming, Kayaking,Snorkeling,
Diving, Trekking, Climbing, Sightseeing dan Caving .
Keywords: Wakatobi,Pulau Wangi-Wangi, Geodiversitas, Ekowisata, Geomorfologi
Berawal dari informasi mengenai bencana longsor yang terjadi di Kolongan Beha dan beberapa daerah di Kabupaten Kepulauan Sangihe 21 Juni 2016 lalu, kami mempersiapkan program mitigasi bencana untuk Kelurahan Kolongan Beha. Ketika kami sampai di Beha, hampir tidak terlihat bekasbekas bencana yang telah genap satu tahun. Dari bangunan rumah dan keseharian masyarakat, tidak kentara telah terjadi bencana besar. Hanya reruntuhan batuan, tanah, dan jembatan darurat yang menunjukkan tanda-tanda bekas terjadinya longsor dan banjir bandang. Jembatan utama sebagian hancur terbawa longsor dan banjir bandang. Baru setelah berbincang dengan masyarakat Kolongan Beha dan melihat dokumentasi pascabencana, kami mengetahui seberapa besar bencana longsor dan banjir bandang yang terjadi. “Kami tidak menyangka bencana yang terjadi begitu besar,” kata beberapa di antara kami. Bukannya mendoakan sesuatu yang buruk akan terjadi lagi, akan tetapi setelah delapan minggu berada di Kolongan Beha, kami mendapatkan informasi bahwa pemukiman diapit oleh lereng terjal dan laut. lereng bukit kemungkinan memiliki potensi longsor, pantai memiliki potensi tsunami dan abrasi air laut. ntuk itu, Buletin ini berisi informasi tentang program mitigasi bencana 10 Mahsasiswa KKN UGM untuk masyarakat Kolongan Beha. harapannya adalah agar masyarakat Kolongan Beha bisa menjadi masyarakat yang tangguh bencana. Selamat membaca!
Model Pengelolaan Pulau Kecil dan Terluar menuju Pulau Tangguh Bencana
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di Dunia, dengan jumlah pulau sekitar 17000 pulau, dan terletak di wialyah yang sangat dinamis di antara pertemuan berbagai lempeng utama dunia dan antara dua Samudra. Hal ini menyebabkan wilayah Indonesia sangat rawan atas berbagai bencana diantaranya bencana tektonik, vulkanik, hidro-meteorologi. Salah satu wilayah yang paling terdampak adalah wilayah pulau kecil dan terluar di Indonesia.
Oleh : I Made Andi Arsana, Ph.D
Sebuah berita dengan headlines “Anies: Reklamasi Itu Pantai, Bukan Pulau” di Kumparan tanggal 23 Juni 2019 menuai perdebatan hangat. Banyak yang menyalahkan Anies Basewedan, Gubernur DKI Jakarta, dengan pernyataan itu. Kini media sosial penuh dengan cela-mencela atau bela-membela seputar istilah reklamasi, pantai dan pulau. Mari kita lihat.
Mari kita ingat, saat kampanye Anies berjanji akan menghentikan reklamasi yang sudah berjalan sejak masa gubernur sebelumnya. Orang melihat ini sebagai janji politik. Yang mendukung Anies tentu berharap janji ini terlaksana dan yang tidak mendukung tentu gelisah menunggu, mungkin sambil berharap juga, bahwa janji ini akan diingkari.